Selama berkelana dalam cadasnya kehidupan, lorong -lorong hitam menjadi bagian dari aktifitas hidupnya. Pada tahun 2007 menjadi awal yang baik yang merubah ritme hidupnya. sungguh menjadi anugrah yang indah bagi Moh. Anwar sosok nyentrik yang ispiratif saat melabuhkan aktifitasnya di Program P2KP melalui BKM. itulah yang disampaikan saat bincang-bincang santai dengan Abdus Salam Koorkot KOTAKU di Desa Pabian (17/8/21).
Moh. Anwar adalah nama panggilan yang orangtuanya anugerahkan kepadanya. 51 Tahun yang lalu ia dilahirkan tepatnya pada tanggal 12 Oktober 1970. Banyak cerita menarik penuh edukasi dari sosok “Pak Anwar”, perawakan tegas badan tegap berotot, penampilan nyentrik di usianya yang tak lagi muda, aksesoris gelang rantai, akik, kacamata hitam selalu tampil terpakai dalam tiap aktifitas kesehariaanya. Pak anwar adalah salah satu anggota BKM Mandiri Desa Pabian sejak awal program, beliau merelakan sebagian waktunya untuk bergabung dengan orang-orang peduli dan lebih produktif aktif merubah kampungnya kearah yang lebih baik.
Bantuan pemerintah banyak dikucurkan untuk menstabilkan perekonomian, salah satunya lewat program KOTAKU dengan meluncurkan Cash For Work (CFW) atau Padat Karya Tunai. Tujuannya untuk menanggulangi penurunan daya beli akibat pandemi COVID-19 yang berdampak langsung pada MBR. CFW disalurkan melalui BKM untuk membiayai para tenaga kerja yang diikutkan dalam pekerjaan perbaikan ringan, pekerjaan yang akan dilakukan bersifat pemeliharaan sudah tentu pasti akan menyerap tenaga kerja lebih besar daripada pembeliaan bahan yang akan dikerjakan.
Media sosialisasi dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam kegiatan CFW dilakukan di tengah-tengah pandemi, rasa takut dan was-was selalui menghantui, namun pembelajaran untuk masyarakat harus terus dilakukan “ujar Moh. Anwar” dengan sambal bercanda. Pak Anwar yang selalu mencairkan suasana dengan guyonan khas Madura, pekerjaan sehari-hari beliau adalah menjadi tangan kanan pemilik pengusaha alat kesehatan, “sengkok be’erik tak ebegi mukak toko moso kalebun ben pak carek kiya,” (saya kemaren enggak boleh buka toko sama pak kades dan pak sekdes juga),. “laggu gelluk cakna” (terlalu pagi katanya) “apa ngara e sanggu mamalenga paleng, e sanggu mukak toko moso rajeng”, (apa dikira mau maling mungkin, dikira buka toko pakek linggis), “padahal pajet la lalakonna engkok mukak toko, tae rehh” (padahal memang kerjaan saya buka toko (bukan maling)). hahahahaaaa ada saja cerita menarik yang keluar dari mulut anwar.
Akhirnya dua specimen lainnya protes terhadap teller, namun tidak membuahkan hasil, setelah itu pak Moh. Anwar yang dari tadi tidak mengeluarkan sepatah kata, coba menghampiri pihak teller, dengan perawatan kekar berotot, rambut gondrong, akik, gelang rantai dan berkacamata, si teller mundur selangkah kebelakang dengan wajah agak pucat, tanpa berbicara pak Moh. Anwar cuman menyodorkan nomer antrian yang dipegangnya,, dan statement mengejutkan keluar dari mulut mbak-mbak teller, kalo nomer ini masih bisa, bapak loh dari tadi tidak mengeluarkan nomer antriannya,. Senyum lirih dari bapak-bapak BKM dan KSM terdengar “ariya minta e entara moso bekna wer” ini dari tadi minta didatengin sama kamu wer (panggilan akrab pak anwar). Yang membuat Moh. Anwar disegani adalah ketika beliau tidak berbicara, ketika berbicara malah akan membuat lawan bicara akan terbahak-bahak suara yang melengking logat intonasi Madura banget,, hihiii. Sejak saat itu Pak Anwar selalu diberi tugas jika berurusan dengan pihak yang dirasa mempersulit kinerja dari BKM.
Penampilan tidak bisa dijadikan ukuran kebaikan, Maka jangan menilai seseorang dari pakaiannya, tetapi lihat dari bagaimana bertingkah dan berakhlak, Moh. Anwar adalah salah satu analogi untuk mengartikan statement itu, di balik penampilannya rocker ala preman, itu hanya style yang dipilih untuk mengekspresikan kebebasan dalam berpakaian, dibalik itu sosoknya yang aktif responsive dan peduli terhadap permukiman kumuh apalagi untuk urusan kaum marginal, masyarakat berpenghasilan rendah, sosok Moh.Anwar akan maju dan tampil kedepan, tanpa perlu panggung yang megah untuk mengekspresikannya.
Yurie Mustaqiem
Fasilitator Sosial Kab.Sumenep
Tidak ada komentar:
Posting Komentar