Daftar Blog Saya

Rabu, 15 Mei 2019

TRIO SRIKANDI DESA KEBUNAN, “PEMBERANTAS RENTENIR

Oleh : Yudit Arif Adi Nugroho
Faskel Sosial KOTAKU
      Pemberian hibah atau pinjaman kepada masyarakat memiliki fungsi dan peran untuk mendorong berbagai reformasi dalam tata kelola kemasyarakatan dalam segala bidang, termasuk didalamnya reformasi dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan. Dana bantuan dari lembaga-lembaga donor di Indonesia tidak langsung diberikan kepada masyarakat sebagai objek, tetapi disalurkan melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan perbankan. Tetapi pada kenyataannya bank kurang dapat diakses masyarakat secara mudah daripada LKBB. Sebab transaksi yang terlampau kecil tetapi dalam jumlah unit usaha yang sangat besar ini menyebabkan transaction cost sangat tinggi. Sehingga LKBB menjadi sebuah lembaga andalan untuk memberikan dana bantuan kepada masyarakat menengah ke bawah. 
      Secara formalitas hukum, LKBB terbagi menjadi LKBB informal dan formal. LKBB informal, seperti tengkulak, rentenir atau bank thithil alias nya’kanyak, lebih fleksibel karena tidak berbadan hukum, sedangkan LKBB formal, Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), umumnya tetap memperlakukan usaha kecil sama dengan usaha menengah ke atas dalam pengajuan pembiayaan, diantaranya mencakup kecukupan jaminan, modal, maupun kelayakan usaha yang dipandang memberatkan pelaku pengusaha kecil. 
     LKBB formal dan perbankan menerapkan syarat yang tidak mudah dipenuhi oleh masyarakat bawah. Hal tersebut kemudian menjadi latar belakang bagi rumah tangga miskin berupaya mencari alternatif pinjaman guna memenuhi kebutuhan mereka. Alternatif tersebut akhirnya jatuh pada LKBB informal, seperti tengkulak maupun rentenir yang dalam bahasa masyarakat jawa dikenal dengan sebutan bank thilthil atau nya'kanyak di daerah Sumenep.
       Belum diketahui secara jelas dari mana dan siapa yang mengawali penyebutan bank thithil alias nya’kanyak. Sebagian masyarakat menyebut rentenir dengan sebutan bank thithil alias nya’kanyak karena ketika seorang “nasabah” meminjam sejumlah uang kepada rentenir, maka pihak rentenir akan meminta pengembalian uang yang telah dipinjam dilakukan secara sedikit demi sedikit atau dalam bahasa Jawa disebut di-thithili. Ada pula yang beranggapan bahwa para rentenir sebenarnya meminjamkan uang kepada “nasabah” untuk men-thithili atau mengerogoti harta yang dimiliki nasabah sehingga perlahan-lahan harta yang dimiliki akan habis untuk menutupi hutang kepada rentenir yang semakin hari semakin bertambah.
      Ditinjau dari sistem serta bunga yang dipatok kreditur terhadap debiturnya, bank thithil alias nyak'kanyak dinilai sangat merugikan masyarakat. Ditambah pula jika ditinjau dari sisi syari'at, terdapat unsur riba yang dapat mengurangi kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat kalangan menengah kebawah. 
        Praktik bank thithil alias nya’kanyak terjadi hampir di seluruh pelosok Madura, bahkan merebak di daerah perkotaan. Praktik ini juga tidak melihat bagaimana bentuk kehidupan sosial dan keagamaan pada suatu daerah, seolah-olah bank thithil alias nya’kanyak telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di tiap-tiap daerah. Praktik bank thithil alias nya’kanyak seperti yang diuraikan di atas juga terjadi di Desa Kebunan Kecamatan Kota Sumenep. 
           Namun kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa Kebunan tidak sepenuhnya aman dan kondusif, karena pada kenyataannya masih terdapat banyak ketimpangan yang terjadi di lingkungan Desa ini. Ketimpangan yang terkadang memiliki nuansa kriminal kerap terjadi di lingkungan Desa Kebunan yang tidak memandang apakah ketimpangan tersebut dilakukan secara individual ataupun secara berkelompok, bahkan, tidak memandang apakah pelakunya masih di bawah umur atau bahkan sudah sangat berumur. Salah satunya yaitu praktik rentenir yang setiap hari menghantui ketenangan dan kenyamanan di Desa Kebunan ini. 
      Desa Kebunan identik sebagai sebuah wilayah yang syarat dengan unsur-unsur kemajemukan. hal ini dikerenakan Desa Kebunan sebagai desa semi kota, yang mana nuansa agamis dan kegotong royongan masih terlihat, tapi gaya hidup perkotaan juga sudah mulai masuk. 
     
Trio Srikandi Kebunan
   
        Pada hakikatnya banyak pihak yang telah melakukan berbagai kegiatan guna melawan terjadinya praktik rentenir di Desa Kebunan, misalnya, dari pihak Desa Kebunan dengan adanya BUMDes dan Kopwan, serta pihak BKM MAWAR melalui Unit Pengelola Keuangan (UPK) untuk memberikan pinjaman lunak kepada masyarakat, dan membantu agar masyarakat bisa meningkatkan pendapatan yang mana akan berimbas terangkatnya ekonomi keluarga. 
       Bapak Drs. Moh. Warsid selaku koodinator BKM Mawar Desa Kebunan bersama dengan seluruh anggota Pimpinan kolektifBKM serta Unit Pengelola Keuangan (UPK) bersinergi dengan pihak desa tidak henti-hentinya mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak terus terjerat pinjaman kepada rentenir atau bank thithil atau nya’kanyak. Dalam hal ini Unit Pengelola Keuangan (UPK) yang dikoordinatori oleh Ibu Suhantinah sebagai UPK 1 dan Ibu Hanawiyah sebagai UPK 2 serta di bantu salah satu anggota PK BKM Pokja Keuangan, yaitu Ibu Faridayanti, tidak henti-hentinya mensosialisasikan dan memberikan penyadaran serta motivasi dan solusi, baik lewat kegiatan di masyarakat seperti kumpulan RT, pertemuan warga, pengajian dll. 
        Karena semangat kegigihan dan giatnya ketiga ibu-ibu ini menyuarakan pemberantasan rentenir, masyarakat menjuluki mereka “Trio Srikandi Pemberantas Rentenir”. Yang mana tujuannya, agar masyarakat Desa Kebunan tidak terus menerus habis digerogoti oleh rentenir atau bank thithil atau nya’kanyak. Sehingga tercapainya ketentraman dan kenyamanan hidup di kalangan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  BKM 'Estu' Desa Marengan Daya  Berikan Bansos Bagi Warga Miskin dan Lansia Rabu, ( 27/04 ) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Es...